Rabu, 28 Oktober 2009

konflik

Ada fakta sejarah yg sangat menarik bahwa gerakan kerusuhan yg dimotori oleh umat Kristen di mulai pada awal Nopember 1998 di Ketapang Jakarta Pusat dan pertengahan Nopember 1998 di Kupang Nusa Tenggara Timur kemudian disusul dgn peristiwa penyerengan umat Kristen terhadap umat Islam di Wailete Ambon pada tanggal 13 Desember 1998. Dan 2500 massa Kristen di bawah pimpinan Herman Parino dgn bersenjata tajam dan panah meneror umat Islam di Kota Poso Sulawesi Tengah pada tanggal 28 Desember 1998. Apakah peristiwa ini realisasi dari pidato Jendral Leonardo Benny Murdani di Singapura dan ceramah Mayjend. Theo Syafei di Kupang Nusa Tenggara Timur? Tetapi yg jelas Presiden B.J. Habibie yg menurut L.B. Murdani lbh berbahaya dari gabungan Khomaeni Saddam Husein dan Khadafi baru berkuasa 6 bulan saja sehingga perlu digoyang dan kalau perlu dijatuhkan. Apabila fakta-fakta ini dikembangkan dgn lepasnya Timor-Timur dari Negara Kesatuan Republik Indonesia Gerakan Papua Merdeka dan Gerakan Aceh Merdeka serta tulisan Huntington 1992 setelah Uni Sovyet yg menyatakan bahwa musuh yg paling berbahaya bagi Barat sekarang adl adalah umat Islam; dan tulisan Jhon Naisbit dalam bukunya Megatrend yg menyatakan bahwa Indonesia akan terpecah belah menjadi 28 negara kecil-kecil; maka dapat disimpulkan bahwa peristiwa kerusuhan-kerusuhan tersebut adl suatu rekayasa Barat-Kristen utk menghancurkan umat Islam Indonesia penduduk mayoritas mutlak negeri ini. Kehancuran umat Islam Indonesia berarti kehancuran bangsa Indonesia dan kehancuran bangsa Indonesia berarti kehancuran/kemusnahan Negara Kesatuan Republik Indonesia . Oleh krn itu penyelesaian kerusuhan/konflik Indonesia khususnya Poso tidak sesederhana sebagaimana yg ditempuh oleh Pemerintah RI selama ini sehingga tiga tahun konflik itu berlangsung tidak menunjukkan tanda-tanda selesai malah memendam “bara api dalam sekam”. Hal ini bukan saja ada strategi global di mana kekuatan asing turut bermain tetapi ada juga ikatan agama yg sangat emosional turut berperan. Sebab agama menurut Prof. Tilich “Problem of ultimate Concern” sehingga tiap orang pasti terlibat di mana obyektifitas dan kejujuran sulit dapat diharapkan. Karenanya penyelesaian konflik Poso dgn dialog dan rekonsiliasi bukan saja tidak menyelesaikan konflik tersebut sebagaimana pernah ditempuh tetapi malah memberi peluang kepada masing-masing pihak yg berseteru utk konsolidasi kemudian meledak kembali konflik tersebut dalam skala yg lbh luas dan sadis. Konflik yg dilandasi kepentingan agama ditambah racun dari luar apabila diselesaikan melalui rekonsiliasi seperti kata pribahasa bagaikan membiarkan “bara dalam sekam” yg secara diam-diam tetapi pasti membakar sekam tersebut habis musnah menjadi abu. Fakta dan Peristiwa
    Pada tanggal 28 Desember 1998 Herman Parino membawa jemaahnya sebanyak 1.000 orang utk memasuki Kota Poso tetapi dicegah oleh Polisi Brimob akibatnya mereka berpencar di luar Kota Poso sebagian dari jemaat gereja meyerang Ummat Islam di desa Buyung Katedo Kecamatan Lage Poso Kabupaten Poso. Penyerangan ini membunuh warga Muslim dan membakar rumah-rumah orang-orang Islam. Jemaat gereja yg masih berkeliaran di luar Kota Poso merasa belum puas terhadap penyerangan desa Buyung Katedo pada tanggal 27 Mei 2000 maka mereka menyerang kembali umat Islam di desa tersebut pada tanggal 3 Juli 2000 dgn jalan membunuh dgn sadis anak-anak wanita-wanita dan orang-orang tua sebanyak 14 orang. Kemudian membakar masjid dan rumah-rumah yg masih tersisa.
    Dalam peningkatan konsolidasi umat Kristen Gereja Kristen Sulawesi Tengah membentuk Crisis Centre GKST dipimpin oleh Pendeta Renaldy Damanik. Tidak lama setelah Crisis Centre berdiri maka umat Kristen menyerang Pondok Pesantren Walisongo di desa Sintuwu Lemba Poso dgn membantai umat Islam dan membakar pondok Pesantren tersebut.
    Pada tanggal 6 Agustus 2001 171 orang delegasi Pendeta Kristen yg tergabung dalam Gereja Kristen Sulawesi Tengah mendatangi Pemerintah Daerah Kabupatan Poso utk menuntut supaya Kabupaten Poso dibagi dua 50 % utk umat Kristen dan 50 % utk ummat Islam.
    Sesuai dgn janji umat Kristen bahwa ummat Islam boleh kembali de daerah-daerah yg dikuasai umat Kristen seperti kecamatan Tentena Poso dgn aman dan selamat; maka Drs. Hanafi Manganti pulang ke daerah Tentena ternyata ia dibunuh dgn sadis; dan bersamanya terbunuh pula seorang wanita muslimah. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 6 Agustus 2001.
Pada tanggal 20 Agustus 2001 umat Islam yg sedang memetik cengkeh di kebunnya di desa Lemoro Kecamatan Tojo Kabupaten Poso diserang oleh 50-60 orang umat Kristen yg berpakaian hitam-hitam membunuh dua orang Muslim dan mengobrak-abrik rumah-rumah orang Islam. Pengungsi Laporan US Comitte of Refugees tentang Indonesia yg diterbitkan Januari 2001 menyebutkan dalam kerusuhan/konflik Poso yg terjadi selama tiga tahun belakangan ini pihak Muslim telah menderita secara tidak seimbang. Dalam laporan itu disebutkan jumlah pengungsi akibat konflik Poso kini sebanyak hampir 80.000 orang dan diperkirakan 60.000 orang adl Muslim. Para pengungsi ini hidup menderita tanpa kejelasan masa depan mereka; dan mereka kehilangan hak-haknya berupa tanah kebun coklat cengkih kopra rumah harta benda bahkan nyawa sanak-saudaranya. Bantuan makanan obat-obatan sangat terbatas sehingga penyakit senantiasa menghantui mereka. Bantuan hukum umtuk meminta keadilan praktis tidak ada. Bahkan nyawa mereka terancam tiap saat krn diserang pasukan kelelawar Merah . Kesimpulan dan Saran
    Berdasarkan asumsi dan fakta yg terungkap dimuka bahwa motivasi konflik di Poso selama hampir 3 tahun ini adl agama. Dan agama yg merupakan “problem of ultimate concern” di mana tiap yg terlibat mustahil akan bersikap obyektif dan adil. Bahkan orang-orang yg terlibat masalah konflik agama akan bersikap emosional dan bertindak brutal dan sadis. Selanjutnya konflik agama ini dimulai oleh umat Kristen yg secara kualitatif pendidikan ekonomi organisasi dan solidaritas internasional lbh dari umat Islam maka umat Islam bukan saja kalah tetapi paling menderita. Dari jumlah 80.000 orang pengungsi 60.000 adl umat Islam dalam kondisi yg sangat memprihatinkan dan tiap nyawa mungkin melayang diserang pasukan kelelawar merah.
SaranPenyelesaian yg dapat ditempuh oleh pemerintah bukan dialog di antara tokoh-tokoh agama yg berseteru dan bertikai . Dialog akan melahirkan sikap dan pernyataan munafiq serta menyimpan dendam yg mustahil dihilangkan; di mana pada saat yg menguntungkan konflik itu akan meledak kembali. Begitu pula rekonsiliasi antara umat Kristen dan umat Islam Poso akan memberikan peluang kepada masing-masing pihak yg berseteru utk melakukan konsolidasi memperkuat diri. Pada saat satu pihak merasa diri telah kuat dan musuhnya telah lemah dan lengah maka perang pecah lagi dalam skala yg lbh luas dan lbh dalam. Sebab rekonsiliasi dalam konflik agama bagaikan membiarkan bara dalam sekam yg secara lambat tapi pasti tertus membakar sekam tersebut hingga habis menjadi abu. Oleh krn itu penyelesaian terbaik adl dgn penegakan hukum di mana pemerintah dgn segenap aparat keamanan dan peradilan harus melakukan tindakan-tindakan hukum kepada siapa pun yg telah melanggarnya. Setiap kasus/peristiwa yg menjadi mata rantai konflik di Poso wajib di bawa ke pengadilan betapapun banyaknya kasus-kasus tersebut. Pengadilan y ang terbaik umum serta adil wajib diselenggarakan berdasarkan undang-undang yg berlaku sehingga siapa pun yg besalah harus dihukum. Penutup Demikianlah pendangan saya sebagai salah seorang wakil rakyat dalam usaha utk menyelesaikan konflik secara adil dan langgeng sehingga disintegrasi bangsa tidak terjadi dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap terpelihara. Oleh Abdul Qodir Djaelani AnggotaDPR/MPR pada Tanggal 18 September 2001. Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Sabtu, 17 Oktober 2009

friend w bingung nwi cara seting java se w302 gmn, yg tau ....tlg ksh tau y...

Sabtu, 03 Oktober 2009